Selasa, 01 September 2009

Potensi Zakat: Mungkinkah Kemiskinan Terhapus dari Bumi Pertiwi?

Potensi zakat di Indonesia, menurut Eri Sudewo, adalah Rp 32,4 T per tahun. Data FOZ (Forum Zakat) hingga Oktober 2006 penghimpunan zakat baru mencapai Rp 296 M. Mengapa amat minimal?

Salah satu sebabnya adalah rendahnya tingkat pemahaman dan kesadaran tentang zakat itu sendiri. Rendahnya tingkat pemahaman akibat dari rendahnya sosialisasi dan edukasi zakat, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga pengelola zakat (LPZ). Rendahnya pemahaman itu mengakibatkan rendahnya kesadaran untuk membayar zakat.

Sebagian dari masyarakat berpendapat bahwa zakat adalah urusan agama bukan urusan negara. Padahal, masalah-masalah kemiskinan tidak bisa diselesaikan hanya mengandalkan peran swasta tetapi justru pemerintah-lah (negara) yang paling dominan punya peran.

Jika kita mampu menghimpun dana zakat dengan optimal (Rp 32,4 T pertahun) kemudian kita gabung dengan anggaran dari pemerintah betapa dahsyatnya sumber dana tersebut. Sehingga kita dapat mengatakan bahwa peran zakat sebagai salah satu sumber pendapatan untuk mengatasi kemiskinan tidak dapat dielakkan lagi.

Oleh karena itu, zakat menjadi salah satu intrumen penting dalam ketahanan sosial, menjadi solusi terhadap masalah sosial (kemiskinan) bukan hanya sekedar alternatif untuk mengatasi masalah kemiskinan. Zakat bukan hanya dipandang sebagai masalah agama, namun merupakan bagian dari solusi negara. Semoga...

(Dikutip dari: Az Zakah Edisi 09 / Cahyo BS)

Peduli itu Indah

Sungguh, berbahagialah mereka yang dikaruniai kemampuan untuk berbagi, yang memberikan sebagian hartanya kepada orang lain. Sebab, mereka termasuk orang-orang yang dipanggil dengan sebutan ‘orang beriman’.

Salah satu wujud keimanan seseorang adalah ketika ia diberi kemampuan untuk mengeluarkan sebagian rizkinya yang diperoleh dari hasil usahanya, untuk diberikan kepada orang lain. Di dalam Islam, bentuk-bentuk pemberian tersebut ada yang bersifat sunah (biasa disebut infaq) dan ada yang bersifat wajib (biasa disebut zakat).

Perintah zakat terdapat dalam Al Qur'an : ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa buat mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (At Taubah : 103)

Tidak sebagaimana rukun Islam yang lain, yang hanya mempunyai 1 aspek dimensi, kewajiban zakat sesungguhnya memiliki 2 aspek dimensi, yaitu dimensi ruhiyah (hablun minallah) dan dimensi jasadiyah (hablun min-annas).

Ketika seseorang telah menunaikan kewajibannya membayar zakat maka kewajibannya selaku pribadi dengan Sang Khalik telah gugur sekaligus penunaian hak orang lain telah ia keluarkan. Disinilah letak indahnya ZAKAT. Hubungan kepada Allah, sekaligus hubungan kepada manusia.

Kita bisa bayangkan betapa semakin banyaknya angka kemiskinan apabila orang-orang kaya tidak mau menunaikan membayar zakatnya.

(Dikutip dari: Az Zakah Edisi 09 / Cahyo BS)